Lonceng Sensus Pertanian 2013 telah di dibunyikan, saya
dan para mitra telah menyusun rencana untuk melakukan pemutahiran rumah tangga
di kecamatan kota agung barat. Kecamatan kota agung barat merupakan salah satu dari 20 kecamatan yang ada di kabupaten
tanggamus provinsi Lampung. Luas kecamatan Kota agung barat adalah ± 104.68
Km² dengan jumlah penduduk 20.975 jiwa (Tanggamus Dalam Angka 2012).
Hari jumat tanggal 4 Mei 2013 saya dan
Kortim (kordinator tim) membicarakan dusun Ulu payung yang letaknya di pekon payung sebagai
target pemutahiran. Pekon Payung yang memiliki luas 18 Km² ternyata terdapat
dusun yang berada di punggung gunung Tanggamus. Serangkaian rencana sudah kami
susun untuk perjalanan ke sana. Ada hal yang menjadi pertimbangan saya pada
waktu itu, karna letaknya yang cukup jauh, maka saya mengambil kesimpulan untuk
mendampingi pcl (pencacah lapangan) menuju ke dusun tersebut. Kortim mendampingi dua pcl lainnya
tetap melakukan pemutahiran di sekitaran pekon payung.
Perjalan
di mulai hari senin siang pukul 13.30 wib diberangkatkan oleh tiga Kortim di
pekon Negara Batin dekat Kantor kecamatan. Ada kegelisahan para kortim pada
waktu itu. Mereka berbisik bisik mengenai lokasi yang saya tuju. Sebelum
berangkat saya berkata kepada teman-teman, “jika melangkah dengan niat tulus,
maka jalan kita akan menjadi lurus”.
Kami menyusun barang-barang dengan menaruh jirigen 4 liter bensin di
depan yang diikat dengan menggunakan kayu, beras kami taruh ditengah tengah dan
tas kami gantungkan dipunggung. kami melaju dengan menggunakan motor rakitan
yang sudah dirakit menjadi motor trill. Tanpa keraguan sedikitpun saya dan pcl
berangkat dengan membawa bekal 5 kg beras dan 4 bungkus mie instan. saya
mengira bahwa dusun yang kami tempuh tidak akan mengalami kendala dan akan
dengan mudah menemukan warga. Keyakinan saya juga didukung bahwa pcl yang
bersama saya merupakan penebang kayu yang sering ke gunung sehingga tidak sulit
bagi kami untuk menuju ke dusun tersebut.
Melewati jalan setapak yang menanjak,
kami menyusuri semak semak dengan jalan yang licin. Kami berhenti sejenak dan
mengambil rantai untuk dipasangkan ke ban motor agar dapat melewati jalan yang
licin. Gear depan pun diganti dengan ukuran yang cocok untuk mampu menaiki
jalan yang menanjak. Satu jam setengah kami lewati akhirnya kami berhenti. Ada
kebingungan di hati saya melihat muka pcl seperti cemas dan bingung. Lalu kami
menemukan sebuah gubuk dan ternyata merupakan saudara pcl tersebut. Kami
menitipkan motor disana karna jalan yang akan kami tempuh tidak mampu untuk
dilewati motor.
Saat berjalan menelusuri jalan setapak
yang menanjak, kami bertemu seorang ibu yang sedang memanggul kayu bakar diatas
kepalanya. Pcl bertanya kepada ibu itu letak dimana dusun ulu payung berada.
Menggunakan bahasa lampung sekitar 15 menit mereka berbicara saya tetap
mengamat amati kecemasan yang nampak pada wajah pcl. Kami berjalan terus-terus
berjalan hingga saya kewalahan dan tak kuat menanjak, yah maklumlah namanya
orang kota tidak pernah naik gunung pasti akan kelelahan.
Pukul 18.30 wib kami sampai di posko
Ulu payung. Posko ini adalah tempat menginapnya polisi hutan. Posko tersebut
tidak ada orang dan terkunci rapat sehingga Kami tidak dapat masuk ke dalam. Kami
melihat tidak ada jalan lagi menuju dusun ulu payung. Kami bingung harus
mencari jalan kemana lagi. Lalu kami melangkah lagi ke bawah posko kira-kira
500 meter dan menemukan satu gubuk yang kosong berukuran 3 x 3 meter namun
terkunci juga. Hari sudah gelap, namun kami tidak menemukan tempat
persinggahan. Pcl berkata, pak sebenarnya saya belum pernah ke dusun Ulu payung
dan hal ini yang saya takutkan bahwa kita tersesat dan tidak menemukan jalan.
Saya terdiam sejenak dan berpikir bahwa inilah yang dicemaskan pcl sepanjang
perjalanan. Saya berusaha menenangkan hati pcl supaya tidak ragu dengan apa
sedang dijalankan. Karna gubuk terkunci maka kami membenahi halaman depan gubuk
tersebut dan membuat api unggun. Saya menyuruh pcl untuk menebang daun pohon
pisang untuk tempat duduk karna tidak ada tikar. Saya berkata kita akan
melajutkan perjalanan besok pagi jadi sementara kita tidur di tanah ini.
Capenya perjalanan membuat kami
kelelahan dan kelaparan. Bingung melihat tidak ada makanan. Hanya ada beras 5
kg dan mie 4 bungkus. Saya mulai berpikir apa yang harus kami makan. Saya
menyuruh pcl untuk mencari buah atau sejenisnya untuk menutupi rasa lapar. Kami
lihat dengan menggunakan senter ada beberapa pohon pisang. Berharap akan
menemukan buah namun ternyata tak satupun ada pohon yang berbuah. Lalu saya
berkata kepada pcl, coba kita cari lagi entah timun, terong atau singkong
supaya kita makan. Ternyata tak satupun yang dapat dimakan. Harap harap cemas
mungkin itulah yang ada dibenak kami. akhirnya pcl yang bersama saya tidak
mampu menahan laparnya sehingga harus memakan mie instan mentah sebab kami
tidak membawa peralatan untuk memasak.
Saat diguncang kecemasan, hp yang kami bawa
ternyata masih bisa menangkap sinyal. Lalu seorang kortim menelpon keberadaan
posisi kami. mereka bertanya kepada saya, bapak posisi dimana? Saya berkata
berada tidak jauh dari posko ulu payung. Lalu kortim berusaha menelpon saudaranya
yang berada di sekitaran gunung perak untuk menjemput kami. kurang lebih satu
jam dengan berjalan kaki dari gunung perak menuju posko. Malam pukul 20.00 wib
kami masih menunggu bantuan kalau kalau ada yang membawa kami untuk menemukan
persinggahan sementara dan tidak tidur ditanah dengan beralaskan daun pisang.
Tiba-tiba mendengar sautan ouuu... ouu... dan senter yang kedap kedip. Lalu
kami menyahut juga dengan sautan itu. Ternyata dihutan jika ingin mengetahui
ada oranga atau tidak, harus bersahut-sahutan.
|
Add caption |
Photo
: Ketika ditemukan oleh penunjuk jalan. (zaidin, Asrul, Venri VS (KSK), Albun dan Zahri.
Lalu empat orang menemukan kami dan
meraka memperkenalkan diri bahwa mereka adalah saudara dari bapak fahmi yang
merupakan salah satu kortim yang saya kordinir. Mereka membawakan kami nasi
putih tapi tanpa lauk dan satu periuk untuk memasak air minum dengan api unggun,
karna di gunung tidak ada lauk pauk. Namun karna rasa lapar yang tidak mampu
kami tahan, nasi putihpun serasa lezat dan lahap dimakan. Saya berkata kalau
mau tahu rasanya bersyukur untuk makan sekali kali harus naik gunung sebab
tidak semua makanan ada di gunung. Akhirnya kami diajak singggah ke gubuk
mereka dan bermalam disana agar esok hari dapat berjalan menuju dusun ulu
payung. Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan dengan empat orang
penunjuk jalan yang sudah menemukan kami. menempuh 2,5 jam berjalan kaki dari
posko ulu payung dan melewati jalan setapak yang ternyata sudah tidak kelihatan
lagi jalannya karna sudah ditutupi semak semak dan rumput yang tinggi maka kami
sampai di dusun ulu payung dengan selamat.
Foto - Foto Perjalanan ke Ulu Payung