Rabu, 17 Juli 2013

JEJAK TERTINGGAL DI KAKI GUNUNG TANGGAMUS - LAMPUNG


Lonceng Sensus Pertanian 2013 telah di dibunyikan, saya dan para mitra telah menyusun rencana untuk melakukan pemutahiran rumah tangga di kecamatan kota agung barat. Kecamatan kota agung barat merupakan salah satu  dari 20 kecamatan yang ada di kabupaten tanggamus provinsi Lampung. Luas kecamatan Kota agung barat adalah ± 104.68  Km² dengan jumlah penduduk 20.975 jiwa (Tanggamus Dalam Angka 2012).

Hari jumat tanggal 4 Mei 2013 saya dan Kortim (kordinator tim) membicarakan dusun Ulu payung yang letaknya di pekon payung sebagai target pemutahiran. Pekon Payung yang memiliki luas 18 Km² ternyata terdapat dusun yang berada di punggung gunung Tanggamus. Serangkaian rencana sudah kami susun untuk perjalanan ke sana. Ada hal yang menjadi pertimbangan saya pada waktu itu, karna letaknya yang cukup jauh, maka saya mengambil kesimpulan untuk mendampingi pcl (pencacah lapangan) menuju ke dusun tersebut. Kortim mendampingi dua pcl lainnya tetap melakukan pemutahiran di sekitaran pekon payung.


Perjalan di mulai hari senin siang pukul 13.30 wib diberangkatkan oleh tiga Kortim di pekon Negara Batin dekat Kantor kecamatan. Ada kegelisahan para kortim pada waktu itu. Mereka berbisik bisik mengenai lokasi yang saya tuju. Sebelum berangkat saya berkata kepada teman-teman, “jika melangkah dengan niat tulus, maka jalan kita akan menjadi lurus”.   Kami menyusun barang-barang dengan menaruh jirigen 4 liter bensin di depan yang diikat dengan menggunakan kayu, beras kami taruh ditengah tengah dan tas kami gantungkan dipunggung. kami melaju dengan menggunakan motor rakitan yang sudah dirakit menjadi motor trill. Tanpa keraguan sedikitpun saya dan pcl berangkat dengan membawa bekal 5 kg beras dan 4 bungkus mie instan. saya mengira bahwa dusun yang kami tempuh tidak akan mengalami kendala dan akan dengan mudah menemukan warga. Keyakinan saya juga didukung bahwa pcl yang bersama saya merupakan penebang kayu yang sering ke gunung sehingga tidak sulit bagi kami untuk menuju ke dusun tersebut.

Melewati jalan setapak yang menanjak, kami menyusuri semak semak dengan jalan yang licin. Kami berhenti sejenak dan mengambil rantai untuk dipasangkan ke ban motor agar dapat melewati jalan yang licin. Gear depan pun diganti dengan ukuran yang cocok untuk mampu menaiki jalan yang menanjak. Satu jam setengah kami lewati akhirnya kami berhenti. Ada kebingungan di hati saya melihat muka pcl seperti cemas dan bingung. Lalu kami menemukan sebuah gubuk dan ternyata merupakan saudara pcl tersebut. Kami menitipkan motor disana karna jalan yang akan kami tempuh tidak mampu untuk dilewati motor.

Saat berjalan menelusuri jalan setapak yang menanjak, kami bertemu seorang ibu yang sedang memanggul kayu bakar diatas kepalanya. Pcl bertanya kepada ibu itu letak dimana dusun ulu payung berada. Menggunakan bahasa lampung sekitar 15 menit mereka berbicara saya tetap mengamat amati kecemasan yang nampak pada wajah pcl. Kami berjalan terus-terus berjalan hingga saya kewalahan dan tak kuat menanjak, yah maklumlah namanya orang kota tidak pernah naik gunung pasti akan kelelahan.

Pukul 18.30 wib kami sampai di posko Ulu payung. Posko ini adalah tempat menginapnya polisi hutan. Posko tersebut tidak ada orang dan terkunci rapat sehingga Kami tidak dapat masuk ke dalam. Kami melihat tidak ada jalan lagi menuju dusun ulu payung. Kami bingung harus mencari jalan kemana lagi. Lalu kami melangkah lagi ke bawah posko kira-kira 500 meter dan menemukan satu gubuk yang kosong berukuran 3 x 3 meter namun terkunci juga. Hari sudah gelap, namun kami tidak menemukan tempat persinggahan. Pcl berkata, pak sebenarnya saya belum pernah ke dusun Ulu payung dan hal ini yang saya takutkan bahwa kita tersesat dan tidak menemukan jalan. Saya terdiam sejenak dan berpikir bahwa inilah yang dicemaskan pcl sepanjang perjalanan. Saya berusaha menenangkan hati pcl supaya tidak ragu dengan apa sedang dijalankan. Karna gubuk terkunci maka kami membenahi halaman depan gubuk tersebut dan membuat api unggun. Saya menyuruh pcl untuk menebang daun pohon pisang untuk tempat duduk karna tidak ada tikar. Saya berkata kita akan melajutkan perjalanan besok pagi jadi sementara kita tidur di tanah ini. 

Capenya perjalanan membuat kami kelelahan dan kelaparan. Bingung melihat tidak ada makanan. Hanya ada beras 5 kg dan mie 4 bungkus. Saya mulai berpikir apa yang harus kami makan. Saya menyuruh pcl untuk mencari buah atau sejenisnya untuk menutupi rasa lapar. Kami lihat dengan menggunakan senter ada beberapa pohon pisang. Berharap akan menemukan buah namun ternyata tak satupun ada pohon yang berbuah. Lalu saya berkata kepada pcl, coba kita cari lagi entah timun, terong atau singkong supaya kita makan. Ternyata tak satupun yang dapat dimakan. Harap harap cemas mungkin itulah yang ada dibenak kami. akhirnya pcl yang bersama saya tidak mampu menahan laparnya sehingga harus memakan mie instan mentah sebab kami tidak membawa peralatan untuk memasak.

 Saat diguncang kecemasan, hp yang kami bawa ternyata masih bisa menangkap sinyal. Lalu seorang kortim menelpon keberadaan posisi kami. mereka bertanya kepada saya, bapak posisi dimana? Saya berkata berada tidak jauh dari posko ulu payung. Lalu kortim berusaha menelpon saudaranya yang berada di sekitaran gunung perak untuk menjemput kami. kurang lebih satu jam dengan berjalan kaki dari gunung perak menuju posko. Malam pukul 20.00 wib kami masih menunggu bantuan kalau kalau ada yang membawa kami untuk menemukan persinggahan sementara dan tidak tidur ditanah dengan beralaskan daun pisang. Tiba-tiba mendengar sautan ouuu... ouu... dan senter yang kedap kedip. Lalu kami menyahut juga dengan sautan itu. Ternyata dihutan jika ingin mengetahui ada oranga atau tidak, harus bersahut-sahutan.



Add caption


Photo : Ketika ditemukan oleh penunjuk jalan. (zaidin, Asrul, Venri VS (KSK), Albun dan Zahri.


Lalu empat orang menemukan kami dan meraka memperkenalkan diri bahwa mereka adalah saudara dari bapak fahmi yang merupakan salah satu kortim yang saya kordinir. Mereka membawakan kami nasi putih tapi tanpa lauk dan satu periuk untuk memasak air minum dengan api unggun, karna di gunung tidak ada lauk pauk. Namun karna rasa lapar yang tidak mampu kami tahan, nasi putihpun serasa lezat dan lahap dimakan. Saya berkata kalau mau tahu rasanya bersyukur untuk makan sekali kali harus naik gunung sebab tidak semua makanan ada di gunung. Akhirnya kami diajak singggah ke gubuk mereka dan bermalam disana agar esok hari dapat berjalan menuju dusun ulu payung. Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan dengan empat orang penunjuk jalan yang sudah menemukan kami. menempuh 2,5 jam berjalan kaki dari posko ulu payung dan melewati jalan setapak yang ternyata sudah tidak kelihatan lagi jalannya karna sudah ditutupi semak semak dan rumput yang tinggi maka kami sampai di dusun ulu payung dengan selamat.   

Foto - Foto Perjalanan ke Ulu Payung






















Tidak ada komentar: